SWASEMBADA PANGAN
I. PENDAHULUAN
Istilah swasembada pangan mulai kita kenal sejak tahun 1964 waktu IPB dengan persetujuan Dinas Pertanian Rakyat dalam skala kecil (25-50 Ha) melakukan proyek Swa Sembada Bahan Makanan (SSBM) dengan mengerahkan anggota Staf Pengajar Fakultas Pertanian IPB di Karawang Kulon, Kab. Karawang. (Proyek Panca Usaha Lengkap (1963/64).
Masa itu tampaknya negara kita menghadapi kekurangan pangan, karena kecuali ada dampak dari peristiwa politik dimasa lampau, seperti gerakan PRRI dan Permesta (1958-1959), konfrontasi dengan Belanda tentang Irian Barat (1960-1962) juga pertumbuhan penduduk yang masih diatas 2% setahun.
Usaha mencapai penurunan pertumbuhan penduduk menurut BPS (1983) baru tampak setelah tahun 1980. Sensus penduduk umum di Indonesia dilakukan pada tahun 1971 dan pada tahun 1973 berjumlah 126 juta atau 26 juta rumah tangga. Penduduk Jawa saja mencapai 80 juta atau 17,5 juta rumah tangga (Sajogyo, 1973). Perlu diketahui bahwa setelah 1963, setiap dasawarsa berikutnya diselenggarakan Sensus Pertanian oleh BPS .
Tidaklah mengherankan mengapa produksi pangan utama penduduk juga perlu ditingkatkan, dan inilah yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru sejak Pelita 1969/1970. Sejak periode 1960-an memang dibeberapa belahan dunia seperti di benua Amerika Selatan, Asia dan sebagian Afrika dipacu produksi pangan (jagung, gandum dan padi) dalam rangka Revolusi Hijau.
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Swasembada Pangan
Swasembada pangan berarti kita mampu utk mengadakan sendiri kebutuhan pangan masyarakat dengan melakukan realisasi & konsistensi kebijakan tsb, antara lain dengan melakukan:
· Pembuatan UU & PP yg berpihak pada petani & lahan pertanian.
· Pengadaan infra struktur tanaman pangan seperti: pengadaan daerah irigasi & jaringan irigasi, pencetakan lahan tanaman pangan khususnya padi, jagung, gandum, kedelai dll serta akses jalan ekonomi menuju lahan tsb.
· Penyuluhan & pengembangan terus menerus utk meningkatkan produksi, baik pengembangan bibit, obat2an, teknologi maupun sdm petani.
· Melakukan Diversifikasi pangan, agar masyarakat tidak dipaksakan utk bertumpu pada satu makanan pokok saja (dlm hal ini padi/nasi), pilihan diversifikasi di indonesia yg paling mungkin adalah sagu, gandum dan jagung (khususnya indonesia timur).
Jadi diversifikasi adalah bagian dr program swasembada pangan yg memiliki arti pengembangan pilihan/ alternatif lain makanan pokok selain padi/nasi (sebab di indonesia makanan pokok adalah padi/nasi). Salah satu caranya adalah dengan sosialisasi ragam menu non pad/nasi.
B. Kebijakan Pemerintah Dalam Swasembada Pangan
Pembangunan sektor pertanian sebagai bagian integral dari pembangunan nasional semakin penting dan strategis. Pembangunan pertanian telah memberikan sumbangan besar dalam pembangunan nasional, baik sumbangan langsung dalam pembentukan PDB, penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan masyarakat, menyediakan sumber pangan dan bahan baku industri/biofuel, pemicu pertumbuhan ekonomi di pedesaan, perolehan devisa, maupun sumbangan tidak langsung melalui penciptaan kondisi kondusif bagi pelaksanaan pembangunan dan hubungan sinergis dengan sektor lain. Dengan demikian, sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Belajar dari pengalaman masa lalu dan kondisi yang dihadapi saat ini, sudah selayaknya sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian haruslah diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.
Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan, secara garis besar ditujukan untuk:
· meningkatkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional,
· menciptakan lapangan kerja berkualitas di perdesaan, khususnya lapangan kerja non-pertanian, yang ditandai dengan berkurangnya angka pengangguran terbuka dan setengah terbuka,
· meningkatkan kesejahteraan petani, nelayan dan masyarakat perdesaan, yang dicerminkan dari peningkatan pendapatan dan produktivitas pekerja di sektor pertanian.
C.Hambatan Dalam Program Swasembada Pangan
Swasembada pangan terkendala pada keterbatsan lahan, swasembada pangan berkelanjutan pemerintah telah menetapkan peningkatan produksi. Untuk jagung 10 persen per tahun, kedelai 20 persen, daging sapi 7,93 persen, gula 17,56 persen dan beras 3,2 persen per tahun.
Dalam Sidang Regional Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010, dia mengatakan, mencapai target ini diperlukan peningkatan areal pertanaman. Dia mencontohkan, pada swasembada gula dibutuhkan lahan tambahan 350.000 hektare (ha), kedelai 500.000 ha. “Tapi ada kendala. Hingga saat ini, pun belum ada kepastian soal lahan,” katanya dalam kegiatan yang diikuti para Sekretaris Dewan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota se Indonesia.
Kondisi ini, menjadikan satu lahan pertanian terpaksa untuk menanam berbagai komoditas tanaman pangan secara bergantian. Akibatnya, Indonesia selalu menghadapi persoalan dilematis dalam upaya peningkatan produktivitas tanaman.
Jika menggenjot produksi kedelai, produksi jagung akan turun. Sebab, lahan diambil kedelai. Juga sebaliknya, karena kedua komoditas ini ditanam saling menggantikan.
Sebenarnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menjanjikan lahan 2 juta ha dari total lahan terlantar 7,3 juta ha untuk pertanaman pangan. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan soal lahan itu. Selain keterbatasan lahan, kendala lain yang dihadapi mencapai swasembada pangan masih tinggi alih fungsi atau konversi lahan pertanian ke non pertanian.
Saat ini, konversi lahan pertanian mencapai 100.000 ha per tahun, sedang kemampuan pemerintah menciptakan lahan baru maksimal 30.000 ha. Hingga setiap tahun justru terjadi pengurangan luas lahan pertanian. Sementara perubahan yang mengakibatkan cuaca tidak menentu dan keterbatasan anggaran juga berdampak terhadap upaya swasembada produk strategis itu.
Menyinggung upaya pemerintah mengatasi persoalan keterbatasan anggaran, pemerintah mengembangkan program food estate atau kawasan pertanian skala luas dengan merangkul swasta, BUMN dan BUMD. “Food estate itu sebagai akselerasi, karena anggaran APBN terbatas. Orientasi ekspor, tetapi kalau kebutuhan dalam negeri berkurang, diutamakan mengisi kebutuhan dalam negeri .
D. Program Swasembada Pangan Pemerintah Saat Ini
Pada tahun 2008 lalu, pemerintahan SBY mengklaim sudah berhasil wewujudkan swasembada pangan. Klaim itu dibenarkan oleh Menteri pertanian, Anton Apriantono. Menurutnya, tahun 2008 Indonesia tidak lagi mengimpor beras. Produksi beras Indonesia tahun 2008 mencapai 3,1 juta ton atau setara 5 juta ton gabah kering giling. Bahkan, menurut sebagian orang, keberhasilan swasembada tahun ini jauh lebih sukses dibanding tahun 1984, dimana swasembada masih dibarengi dengan impor beras 414.300 ton.
Klaim pemerintahan SBY, maupun pemerintahan Orde baru pada tahun 1984, sebetulnya berdiri pada angka-angka kuantitatif diatas kertas. Karena itu, banyak pihak yang menggugat “prestasi ini. Pasalnya, berkali-kali swasembada diproklamirkan, tetapi kondisi sektor pertanian Indonesia tetap tidak berkembang; sehingga, sektor pertanian bukan saja gagal mensejahterakan jutaan orang yang bergantung kepada sektor ini, tetapi juga gagal menjamin kebutuhan pangan bagi seluruh rakyat .
.
III. KESIMPULAN
Sebagai sektor strategis, pembangunan pertanian menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan serta kondisi lingkungan sosial-ekonomi-politik-budaya yang sangat dinamis. Departemen Pertanian sebagai penanggungjawab dan simpul koordinasi pembangunan pertanian telah menyusun dan mengembangkan berbagai target pembangunan dengan menetapkan tujuan, arah, strategi, dan kebijakan sebagai pedoman bagi seluruh pelaku pembangunan pertanian. Operasionalisasi pembangunan pertanian jangka panjang yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah (lima tahunan) dan dijabarkan lebih lanjut ke dalam rencana pembangunan pertanian tahunan. Strategi pencapaian masing-masing tujuan dijabarkan dengan jelas, didukung dengan kebijakan dan program yang akan diimplementasikan secara menyeluruh, teritegrasi, efisien dan sinergi, baik oleh pemerintah melalui internal Departemen Pertanian, bekerjasama dengan instansi luar pertanian, maupun dengan swasta dan pengusaha serta mengupayakan keterlibatan masyarakat terutama petani.
IV. DAFTAR PUSTAKA
· http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20080409213724AAuJk0F
· http://www.iasa-pusat.org/artikel/strategi-dan-pencapaian-swasembada-pangan-di-indonesia.html
· http://nissakfh.wordpress.com/2011/04/14/swasembada-pangan-23210895/
· http://www.facebook.com/topic.php?uid=102036950084&topic=8664